Change One, Change Everything
7:05 PM | Author: Luke
Masalah sampah adalah bagian integral kehidupan manusia. Klasik katanya. Buktinya semboyan “Dilarang membuang sampah sembarangan”, “Buanglah sampah pada tempatnya”, menjadi bagian dari kehidupan sehari – hari. Akhirnya membuat orang menilai sampah menjadi hal sepele, ndak penting. Silakan amati di jalanan kota – kota di Indonesia pastilah banyak sampah tergeletak.

Namun tidak semua orang menilai sampah sebagai sebagai barang yang rendah dan tidak penting. Malahan banyak juga orang yang menjadikan sampah menjadi komoditi. Para pemulung, pengrajin kain perca, merupakan sebagian kecil kalangan yang menganggap sampah sebagai sebuah komoditi. Dalam benak mereka sampah bukan barang yang rendah. Justru sampah menjadi gantungan hidup mereka.

Kali ini sampah menjadi hal yang berguna. Melalui sampah muncul sebuah inspirasi. Sebuah pemikiran usang yang jarang digali dan dihayati, apalagi untuk dijalani. Sekedar membuang sampah menciptakan sebuah prinsip hidup, yang entah hanya selintas terpikir atau akan menjadi penggerak kehidupan.

Pokok permasalahannya sederhana. Kalau dipikir – pikir, manusia mana di dunia ini yang mau lingkungannya ditempati oleh tumpukan sampah bau dan kotor ? Tidak ada bukan ? Tapi ironisnya dalam ketidaksukaan, justru manusia berlomba – lomba menyumbangkan sampahnya ke lingkungan lain yang bukan habitatnya. Ketika satu orang membuang sampah di suatu tempat, maka yang lain pun akan mengikutinya. Begitu seterusnya, akhirnya tumpukan sampah menjadi gunungan sampah.

Luar biasa, satu orang akhirnya menciptakan segunung sampah. Ray Bradbury, seorang American literary, menyebut fenomena ini sebagai fenomena butterfly effect. Sebuah fenomena yang didasarkan pada sebuah pemikiran, atau mungkin khayalan, bahwa kepakan ringan sayap seekor kupu – kupu dapat menciptakan sebuah tornado di belahan bumi yang lain beberapa waktu kemudian. Hal ini senada dengan chaos theory, yang menyatakan bahwa adanya kebergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal. Keadaan di masa depan ditentukan dan dipengaruhi oleh bagaimana keadaan itu dimulai. Sama seperti fenomena sampah tadi. Gunungan sampah hanya dimulai dari satu orang yang membuang sampah di lingkungannya.

Fenomena ini tidak selamanya negatif. Jika dipahami dengan cara pandang dan pola pikir yang benar, maka prinsip ini akan mendatangkan banyak manfaat. Tapi jika diselami melalui otak culas maka yang datang adalah mudarat. Bayangkan jika semua pola pikir positif mengawal prinsip ini dan mengendap dalam segenap otak manusia, mungkin permasalahan dunia ini akan terselesaikan. Misalnya, jika semua orang berpikir sendiri untuk membuang sampah pada tempatnya maka Bandung tidak akan dipusingkan dengan permasalahan sampah. Jika semua orang secara pribadi mengambil jalurnya sendiri dan menaati rambu lalu lintas saat berkendara, maka kemacetan di Jakarta dapat ditekan secara signifikan. Jika para konglomerat dengan sadar memiliki gaya hidup sederhana dan mendermakan kelebihan hartanya demi kelangsungan hidup kaum papa, maka angka kemiskinan akan bergerak drastis mendekati nol persen.

Positive Butterfly Effect, kalau boleh dinamakan, mengandung prinsip setia kepada perkara kecil maka akhirnya hal yang besar akan terjadi. Mimpikanlah suatu saat prinsip ini terus digali, dihayati dan dijalani. Perjuangkanlah agar konsep ini membudaya dalam kehidupan pribadi. Tantanglah jaman ini agar musnahlah kebiasaan pragmatis dan cari untung sendiri. Dengan semboyan, yang dipinjam dalam film The Butterfly Effect, change one thing, change everything, mari kita maju. (luk)

This entry was posted on 7:05 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: