Sibukkah Saudara Hari Ini ?
11:59 PM | Author: Luke
Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku."
~Lukas 10 : 39 - 40~


Siapakah manusia di dunia ini yang sanggup untuk terus menerus pada kondisi puncak ? Bisa dikatakan tidak ada. Setiap manusia mengalami dinamika dalam kesehariannya. Seperti kata bijak yang mengatakan hidup itu bagaikan sebuah roda, terkadang hidup manusia berada di atas, kadang juga bisa di bawah. Begitu juga orang modern saat ini. Di masa yang serba cepat dan instan semua orang berlomba - lomba terus berada pada top condition, dan top condition itu identik dengan kesibukan. Tak bisa dipungkiri pemikiran orang jaman sekarang mengatakan bahwa semakin sibuk seseorang maka semakin hebat orang tersebut. Mereka yang tidak sibuk atau tidak melakukan apa - apa identik dengan mediocrity* . Sehingga semakin orang tidak sibuk, semakin ia merasa tidak berarti.Jika dialami, apakah kesibukan sungguh tanda dari kehebatan ? Apakah top condition selalu identik dengan kesibukan ? Menyelami tokoh Marta, yang sering disebut sebagai si sibuk, maka kita akan mendapatkan sebuah mutiara bijak tentang hidup di tengah dunia yang serba sibuk.

Apakah kesibukan itu salah ?
Busy oleh Oxford dictionary didefinisikan sebagai kata yang mewakili banyaknya hal yang harus dikerjakan (having much to do) atau dipenuhi aktifitas (full of activity). Menurut definisi ini, tidak ada yang salah tentang sibuk atau kesibukan. Khususnya di jaman yang serba cepat, otomatis segala sesuatu dapat segera diselesaikan dan berdampak terhadap bertambahnya aktifitas. Lalu apa salahnya dengan bertambahnya aktifitas ? Seperti pada kisah Marta dan Maria, kesibukan yang dilakukan oleh Marta pun bukanlah sebuah kesalahan. Wajar bukan jika seorang tamu yang spesial dijamu semaksimal mungkin ? Lumrah bukan jika karenanya maka Marta harus sibuk menyiapkan jamuan tersebut ? Justru setiap orang seharusnya berusaha untuk memberikan yang terbaik. Apalagi terhadap junjungannya atau kepada orang yang sangat spesial. Lantas dimana letak kesalahan dari kesibukan hingga orang begitu menyalahkan istilah ini, bahkan alergi terhadap ungkapan ini ?

Dampak kesibukan.
Dari sikap protes Marta kita bisa belajar tentang sebuah proses yang merupakan dampak dari kesibukan. Marta berkata demikian, "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku." Hal yang pertama,Marta merasa dirinyalah yang melayani. Dia merasa bahwa hanya dirinya yang melakukan sesuatu. Inilah yang disebut sebagai sindrom superhero. Sindrom ini mudah sekali muncul di saat kita sibuk. Saat beban pekerjaan makin bertambah, seolah - olah kesuksesan pekerjaan itu bergantung pada kita. Kita merasa menjadi superhero. Akar dari semua hal ini adalah kesombongan. Dampak yang kedua yaitu . Saat semua pekerjaan bergantung pada kita, maka kita merasa seorang diri. Tidak ada yang mampu memahami dan membantu. Ini adalah dampak logis dari sindrom superhero karena kepercayaan kepada orang lain sudah hilang. Dampak yang terakhir yang menjadi akhir dari proses adalah kecenderungan menyalahkan orang lain. Sama seperti Marta, kita akan begitu mudah berkata, "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku." Hati - hati, jika ini terjadi dalam sebuah tim maka keutuhan tim menjadi taruhannya.Kesombongan, kesendirian dan akhirnya kebencian, inilah dampak kesibukan yang dapat dipelajari dari kisah Marta dan Maria. Yang menjadi pertanyaan mengapa dampak ini bisa terjadi ? Apakah sumbernya sungguh - sungguh dari kesibukan ?

Sibuk yang berbahaya.
Berdasarkan premis dari definisi busy di kamus Oxford, seharusnya tidak ada yang salah dengan sibuk atau kesibukan. Pasti ada penyebab lain dari dampak - dampak tersebut. Kata sibuk yang dicatat dalam kisah Marta dan Maria diterjemahkan dalam 2 kata dalam terjemahan bahasa Inggris, yang satu menerjemahkan sebagai distracted sedang yang lain cumbered. Kata - kata ini berasal dari bahasa Yunani περισπάω (perispaō), yang oleh Thayer Greek's Defintion diterjemahkan secara metafora sebagai to be driven about mentally, to be over-occupied about a thing. Jadi dapat disimpulkan sesungguhnya aktifitas yang Marta lakukan sudah dikendalikan oleh kesibukannya. Ia kehilangan kontrol terhadap dirinya dan kesibukannya yang mengambil alih kendali atas dirinya. Yang menjadi masalah bukan kesibukan tetapi ketika hidup kita dikendalikan oleh banyaknya aktifitas yang harus dikerjakan atau karena banyaknya aktifitas yang kita miliki.

Menemukan TUHAN
Lalu apa solusinya ? Mari belajar dari Maria. Dicatat bahwa Maria duduk di dekat kaki TUHAN dan terus mendengarkan perkataan-Nya. Inilah solusi yang sesungguhnya. Jangan kita menyalahkan kesibukan kita. Yang harus diperbaiki justru apakah dalam seluruh aktifitas yang kita miliki kita selalu dekat kaki TUHAN dan mendengarkan perkataan-Nya. Inilah kunci hidup yang berhasil. Inilah resep agar hidup kita selalu berada dalam top condition alias kondisi puncak. Saya setuju dengan perkataan seorang direktur sebuah konsultan arsitek dan sipil yang sangat sibuk. Ia pernah berkata, "Saya belum sibuk, jika saya masih punya waktu bible study." Ini pernyataan iman sekaligus tantangan. Tantangan untuk hidup seimbang. Memiliki segudang aktifitas tetapi tetap in-tune dengan TUHAN. Tidakkah kita menginginkan hal ini ? Atau tidakkah kita memiliki kerinduan menjadi seorang Brother Lawrence seorang pegawai dapur di sebuah biara yang dalam setiap aktifitasnya ia merasakan, menemukan dan berbicara dengan TUHAN. Di setiap aktifitasnya, dengan kesadaran, ia mendedikasikan semuanya itu untuk memuliakan TUHAN, karena ia begitu mencintai TUHAN. Jadi sibukkah saudara hari ini ? (Luk)

*) Mediocrity : keadaan yang biasa saja, keadaan yang sedang.
Change One, Change Everything
7:05 PM | Author: Luke
Masalah sampah adalah bagian integral kehidupan manusia. Klasik katanya. Buktinya semboyan “Dilarang membuang sampah sembarangan”, “Buanglah sampah pada tempatnya”, menjadi bagian dari kehidupan sehari – hari. Akhirnya membuat orang menilai sampah menjadi hal sepele, ndak penting. Silakan amati di jalanan kota – kota di Indonesia pastilah banyak sampah tergeletak.

Namun tidak semua orang menilai sampah sebagai sebagai barang yang rendah dan tidak penting. Malahan banyak juga orang yang menjadikan sampah menjadi komoditi. Para pemulung, pengrajin kain perca, merupakan sebagian kecil kalangan yang menganggap sampah sebagai sebuah komoditi. Dalam benak mereka sampah bukan barang yang rendah. Justru sampah menjadi gantungan hidup mereka.

Kali ini sampah menjadi hal yang berguna. Melalui sampah muncul sebuah inspirasi. Sebuah pemikiran usang yang jarang digali dan dihayati, apalagi untuk dijalani. Sekedar membuang sampah menciptakan sebuah prinsip hidup, yang entah hanya selintas terpikir atau akan menjadi penggerak kehidupan.

Pokok permasalahannya sederhana. Kalau dipikir – pikir, manusia mana di dunia ini yang mau lingkungannya ditempati oleh tumpukan sampah bau dan kotor ? Tidak ada bukan ? Tapi ironisnya dalam ketidaksukaan, justru manusia berlomba – lomba menyumbangkan sampahnya ke lingkungan lain yang bukan habitatnya. Ketika satu orang membuang sampah di suatu tempat, maka yang lain pun akan mengikutinya. Begitu seterusnya, akhirnya tumpukan sampah menjadi gunungan sampah.

Luar biasa, satu orang akhirnya menciptakan segunung sampah. Ray Bradbury, seorang American literary, menyebut fenomena ini sebagai fenomena butterfly effect. Sebuah fenomena yang didasarkan pada sebuah pemikiran, atau mungkin khayalan, bahwa kepakan ringan sayap seekor kupu – kupu dapat menciptakan sebuah tornado di belahan bumi yang lain beberapa waktu kemudian. Hal ini senada dengan chaos theory, yang menyatakan bahwa adanya kebergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal. Keadaan di masa depan ditentukan dan dipengaruhi oleh bagaimana keadaan itu dimulai. Sama seperti fenomena sampah tadi. Gunungan sampah hanya dimulai dari satu orang yang membuang sampah di lingkungannya.

Fenomena ini tidak selamanya negatif. Jika dipahami dengan cara pandang dan pola pikir yang benar, maka prinsip ini akan mendatangkan banyak manfaat. Tapi jika diselami melalui otak culas maka yang datang adalah mudarat. Bayangkan jika semua pola pikir positif mengawal prinsip ini dan mengendap dalam segenap otak manusia, mungkin permasalahan dunia ini akan terselesaikan. Misalnya, jika semua orang berpikir sendiri untuk membuang sampah pada tempatnya maka Bandung tidak akan dipusingkan dengan permasalahan sampah. Jika semua orang secara pribadi mengambil jalurnya sendiri dan menaati rambu lalu lintas saat berkendara, maka kemacetan di Jakarta dapat ditekan secara signifikan. Jika para konglomerat dengan sadar memiliki gaya hidup sederhana dan mendermakan kelebihan hartanya demi kelangsungan hidup kaum papa, maka angka kemiskinan akan bergerak drastis mendekati nol persen.

Positive Butterfly Effect, kalau boleh dinamakan, mengandung prinsip setia kepada perkara kecil maka akhirnya hal yang besar akan terjadi. Mimpikanlah suatu saat prinsip ini terus digali, dihayati dan dijalani. Perjuangkanlah agar konsep ini membudaya dalam kehidupan pribadi. Tantanglah jaman ini agar musnahlah kebiasaan pragmatis dan cari untung sendiri. Dengan semboyan, yang dipinjam dalam film The Butterfly Effect, change one thing, change everything, mari kita maju. (luk)

Konsumtif VS Fungsionalis
6:22 AM | Author: Luke
Berita tentang pembelian Laptop oleh para pejabat negara tampaknya bukanlah isu yang baru. Bahkan cenderung basi. Masih tersisa dalam ingatan kita di tahun 2007 tentang rencana pembelian laptop untuk 550 wakil rakyat yang berkantor di Senayan, Jakarta. Hampir saja Rp 12,1 Miliar uang rakyat dibelanjakan untuk penyediaan laptop tersebut. Itu berarti anggaran untuk 1 laptop yaitu Rp 22 Juta. Di tahun 2008 giliran lembaga Kejaksaan Agung membelanjakan kira – kira Rp 9,332 Miliar untuk membeli 450 laptop. Jika dikalkulasi harga 1 laptop berkisar Rp 20,737 juta lebih. Berdasarkan yang tercatat pada kompas edisi cetak terbitan 2 Maret 2009, jenis laptop yang dibeli oleh Kejaksaan Agung yaitu Dell Latitude tipe D630C dengan spesifikasi Intel Core 2 Duo, harddisk 160 gigabyte dengan layar monitor berukuran 14 inci.

Bagi kebanyakan orang, angka Rp 12,1 Miliar atau pun Rp 9,3 Miliar adalah angka yang fantastis. Lantas rakyat melalui pers dan LSM yang berkepentingan mempertanyakan penting atau tidaknya pembelian laptop. Sehingga, dengan alasan pemborosan maka kebijakan penyediaan laptop urung dilaksanakan. Atau jika kebijakan itu terus dieksekusi, maka banyak pihak menanyakan efektifitas dan efisiensi kebijakan tersebut.

Jika seandainya kita mengabaikan faktor fungsional laptop dan berasumsi bahwa para pejabat Negara membutuhkan laptop untuk meningkatkan kinerjanya, maka pertanyaan yang patut ditanyakan adalah apakah lembaga – lembaga negara harus mengeluarkan dana kurang lebih Rp 20 juta untuk 1 laptop ? Bukankah laptop dengan harga Rp 8 juta dengan kinerja mirip lebih layak dipertimbangkan ?

Alasan pembelian laptop dengan merek dan spesifikasi tertentu dengan anggaran yang selangit seolah – olah membongkar perilaku dan mentalitas konsumtif bangsa. Pilihan merek yang dibuat oleh lembaga negara mencerminkan cara memilih rakyatnya.

Mengapa pilihan Dell Latitude tipe D630C dengan harga kira – kira US$ 11.062 mencerminkan perilaku dan mental konsumtif ?

Alasannya sederhana. Pilihan yang dibuat tidak berdasarkan fungsionalitas suatu produk. Kebanyakan orang di Indonesia membeli produk – produk elektronik berdasarkan tren atau mode. Mereka tidak peduli dengan alasan fungsional pembelian produk tersebut, namun lebih memilih mengikuti perkembangan teknologi terkini. Sebagai contoh, seorang mahasiswi jurusan manajemen ekonomi yang bukan penggemar computer game tetap memilih laptop high end dengan spesifikasi tinggi dan harga premium dengan alasan 2 atau 3 tahun lagi laptop tersebut tetap up to date alias tidak ketinggalan jaman. Bukankah secara fungsional, ia hanya memanfaatkan laptop itu sehari – hari hanya untuk fungsi office dan sesekali internet ? Padahal jika ia mau memilih produk sesuai dengan fungsi yang ia butuhkan maka ia dapat menghemat kira – kira 40 %. Ibarat seorang anak kecil yang ingin bermain sepak bola meminta bapaknya untuk membuat sebuah stadion sepak bola.

Membeli berdasarkan tren tanpa melihat secara cermat kebutuhan fungsionalitasnya sesungguhnya adalah perilaku dan mental konsumtif. Perilaku yang demikianlah yang justru tidak mendukung perekonomian bangsa, karena akhirnya mekanisme pasar yang tercipta hanyalah untuk memuaskan kebutuhan masyarakat akan tren bukan untuk sesuatu yang benar – benar berguna. Seorang bijak pernah berkata, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” Mental inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap elemen bangsa ini. Mentalitas yang fungsional. Melihat dan memilih untuk membelanjakan uangnya berdasarkan sesuatu yang benar – benar ia butuhkan. Sebuah perilaku yang bertanggung jawab dengan memilih berhemat dan mencukupkan diri. Mari kita bayangkan jika bangsa kita memiliki pola pikir demikian, maka mungkin listrik akan terus menyala karena pasokan cukup atau belanja negara akan hemat luar biasa. (luk)

Cinta : Sejati
8:17 PM | Author: Luke
Apa itu Cinta ?
Cinta sebuah perasaan yang meluap, membanjir memenuhi hati insan manusia
Yang karenanya ia mampu melakukan sesuatu di luar logika
Yang memampukan seseorang mau celaka demi sang kekasih jiwa

Tapi mengapa banyak orang dikhianati oleh cintanya ?
Yang katanya meluap ternyata hanyalah sebuah ilusi, ya benar ilusi yang tercetak begitu nyata di dada
Yang katanya mau celaka akhirnya menjadi sebuah pengorbanan sia – sia

Aku merindukan, merindukan cinta yang menjadi meterai di dalam hati
Cinta yang tidak hanya sebuah luapan perasaan, tetapi sungguh menunjukkan sebuah kepemilikan
Tidak hanya sebuah pengorbanan, tetapi keamanan kekal yang memberikan jaminan

Adakah cinta yang demikian ? Hatiku terdiam mengembara dalam angan...


Apa itu cinta ?
Banyak orang berkata jatuh cinta itu berjuta rasanya. Biar siang atau malam tetaplah terbayang wajahnya.
Waktu makan atau jalan. Waktu bicara maupun diam. Matanya, rambutnya, perhatiannya, bicaranya. Paripurna sudah semuanya meresap dalam sendi perasaan dan relung kehidupan.
Tidak ada yang menggantikan atau mengalihkan perhatian karena jiwanya sudah menganga terbuka mendambakan cinta. Jiwanya menyerap tuntas seolah tak pernah puas.

Huh... hanya impian. Coba lihat realita. Mengapa banyak kekasih yang bosan mencintai ? Katanya, chemistry itu tak ada lagi.
Mengapa banyak suami menghajar istri, mengapa banyak orang tua menista anaknya ? Seolah rasa cinta itu hilang lenyap tak berbekas.

Aku rindu. Rindu pada cinta yang kekal. Yang tak pernah padam. Yang luapannya seperti mata air yang tak pernah kering. Yang airnya membasahi seluruh tubuhku. Yang sejuknya terus menarikku untuk diam dan memuaskan dahagaku.

Oh.. indahnya cinta. Andaikata ada cinta yang demikian ? Hatiku terdiam mengembara dalam angan...

Sontak ku terkejut....
Kudengar teriakan pilu menyayat. Memecah kebisingan dunia. Menerobos kebobrokan hati manusia.
Eli... Eli... Lama Sabakhtani. Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan aku ?
Sendiri Ia memeteraikan cintanya. Membuktikan otoritas kasih-Nya. Menyatakan jaminan keamanan kekal-Nya.
Menderita ia hendak memuaskan dahaga cintaku. Bahkan mati, Ia menyatakan : ”Cinta-Ku padamu tak terbendung lagi.”
Satu pesan yang kuingat darinya.

”Inilah perintahku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”